Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Pihak Terkait) yang diwakili oleh Muhammad Naim saat menyampaikan keterangannya dalam sidang Pengujian UU Dana Pensiun, Senin (10/12/2018) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Kejaksaan Agung menegaskan pentingnya BPK sebagai auditor dalam menghitung dana pensiun BUMN, karena dana pensiun juga termasuk keuangan negara.
Hal tersebut disampaikan Koordinator JAM DATUN Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Pihak Terkait) yang diwakili oleh Muhammad Naim dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana pensiun (UU Dana Pensiun) di Ruang Sidang Pleno MK pada Senin (10/12/2018).
Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 59/PUU-XVI/2018 ini dimohonkan Muhammad Helmi Kamal Lubis yang mendalilkan mengalami kerugian yang bersifat spesifik dan aktual atas pemberlakuan Pasal 14 juncto Pasal 52 ayat (1) huruf a dan ayat (4) UU Dana Pensiun yang mengatur mengenai lembaga yang berwenang untuk memeriksa laporan keuangan dana pensiun.
Dalam keterangannya, Naim menegaskan bahwa dana pensiun BUMN termasuk ke dalam keuangan negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pengelolaan keuangan negara dalam UU Keuangan Negara dibagi dalam tiga sub bidang, yaitu :
(1). subbidang pengelolaan fiskal,
(2). subbidang pengelolaan moneter, dan
(3). subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Dengan demikian, lanjutnya, uang negara yang dipisahkan serta dikelola oleh BUMN termasuk dalam lingkup keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara. “Keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah,” ujar Naim di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Selain itu, Naim menjelaskan meskipun dinyatakan terpisah dari kekayaan BUMN sebagai pendirinya, kekayaan dana pensiun BUMN tidak serta-merta dipisahkan dari statusnya sebagai bagian dari keuangan negara. Pemisahan ini semata-mata untuk menjamin kemampuan untuk mengelola kebijakan yang bersifat prefiks sehingga tidak perlu mengikuti pola baku pengelolaan keuangan pemerintah. “Pemisahan kekayaan negara di sini hanya untuk memudahkan pengelolaan usaha atau bisnis,” tegas Koordinator JAM DATUN Kejaksaan Agung tersebut.
Dikarenakan status sebagai keuangan negara, Naim menambahkan BPK berwenang mengaudit dana pensiun BUMN. Pemeriksaan penghitungan kerugian negara oleh BPK bukan merupakan implementasi dari penafsiran atas ketentuan Pasal 52 ayat (1) huruf a dan Pasal 52 ayat (4) UU Dana Pensiun. Ia menambahkan pemeriksaan penghitungan kerugian negara berada dalam ranah penegakan hukum, yaitu terkait dengan suatu kasus tindak pidana yang sedang diproses secara hukum oleh instansi yang berwenang.
Lebih lanjut, Naim menyampaikan bahwa ahli bidang audit yang dimiliki oleh lembaga BPK itulah yang kemudian memberikan keterangan di dalam proses penyidikan sampai dengan persidangan. Untuk selanjutnya, laporan hasil pemeriksaan investigatif dilaporkan dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara termasuk atas kegiatan penempatan investasi pengelolaan dana pensiun Pertamina Tahun 2014/2015 dengan Nomor Laporan 7/LHP/XXV-AUI/06/2017. “Atas dasar keahlian khusus yang dimiliki lembaga BPK tersebut, maka penyidik dan penuntut umum kejagung meminta bantuan BPK menghitung kerugian negara yang disebabkan tindak pidana korupsi yang melibatkan Pemohon,” jelas Naim.
Penyelenggaraan Pemerintahan
Naim juga menyampaikan pengujian Pasal 29 huruf a UU Dana Pensiun terutama frasa iuran pemberi kerja tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1),Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Secara filosofis dari sisi tujuan, perumusan keuangan negara dalam UU Dana Pensiun ditujukan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan negara guna mewujudkan tujuan bernegara melalui pengelolaan keuangan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Dalam hal ini, keuangan negara tidak hanya mencakup bidang fiskal atau APBN, tetapi juga bidang moneter dan bidang kekayaan negra yang dipisahkan. Definisi kekayaan negara yang dipisahkan adalah dipisahkan pengelolaannya dari mekanisme pengelolaan negara. “Dengan pengelolaan di luar mekanisme APBN maka rencana kegiatan tidak perlu persetujuan dari legislatif, tidak memedomani tata kelola baku keuangan negara serta tidak berpedoman pada prinsip-prinsip pengelolaan anggaran negara,” ujar Naim.
Berkaitan dengan kedudukan dana pensiun BUMN dalam perspektif hukum keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 2 huruf i UU Dana Pensiun, maka kekayaan pihak lain meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian lembaga atau perusahaan negara atau daerah.Untuk menilai dana pensiun merupakan lingkup keuangan, maka terdapat kriteria filosofis yang harus dipahami, yaitu tujuan dan kewajiban. Tujuan dana pensiun BUMN adalah untuk mengelola dan mengembangkan dana guna menyelenggarakan program pensiun untuk menjamin dan memelihara kesinambungan penghasilan bagi peserta pegawai BUMN pada hari tua dan pihak yang berhak.
“Maka, dikaitkan dalam konteks hubungan antara dengan rakyat dalam rangka memberikan layanan publik, maka tujuan dana pensiun meliputi kolerasi secara tidak langsung dalam rangka pemberian layanan publik,” terang Naim.
Pada persidangan sebelumnya, Pemohon menyatakan pasal-pasal a quo menimbulkan ketidakjelasan terkait lembaga yang berwenang untuk memeriksa laporan keuangan dana pensiun antara BPK atau akuntan publik. Pemohon menilai perusahaan Dana Pensiun adalah “objek pemeriksaan” akuntan publik sebagaimana diatur dalam UU Dana Pensiun. Sehingga, secara a contrario dapat ditafsirkan bahwa Dana Pensiun “bukan” objek pemeriksaan BPK RI. Dengan kata lain, BPK RI tidak berwenang secara konstitusional memeriksa laporan keuangan Dana Pensiun.
(Sri Pujianti/LA)