PERSEPSI PENEGAKAN HUKUM;
“Kasus dugaan korupsi pengadaan LNG Pertamina”
Oleh :
Luluk Harijanto
– Pensiunan Pertamina / Praktisi Hukum
Jakarta 06/09/’24 :
Putusan perkara nomor 41/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi menguatkan putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. “Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT. PST, tanggal 24 Juni 2024,” bunyi amar putusan banding dikutip dari situs Mahkamah Agung (MA), Senin (2/9/2024).
Sebagai mantan pekerja Pertamina dan praktisi hukum, tergerak untuk menyampaikan “persepsi” tentang putusan pengadilan tersebut diatas, apakah dalam proses penerapan putusan mengandung ;
“Pembenaran atau Kebenaran.?”
Putusan hakim menjadi penting lantaran hal ini merupakan pokok dari suatu proses persidangan.
Putusan hakim dapat menentukan nasib terdakwa dan berat ringannya suatu hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Dalam mempertimbangkan hukum yang akan ditetapkan, hakim harus mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum. Putusan harus memuat tiga unsur yaitu ;
- Keadilan,
- Kepastian hukum, dan
- Kemanfaatan.
Berdasarkan hal diuraikan diatas, terdapat pertanyaan :
“Apakah putusan pengadilan telah memenuhi keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan..?”
Persepsi ini disampaikan dengan didahului pertimbangan bahwa ;
- Risiko bisnis dan risiko kerugian keuangan negara adalah dua hal yang berbeda, namun dapat bersinggungan, sehingga diperlukan adanya kepastian hukum untuk mempertegas singgungan tersebut.
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melaksanakan pemeriksaan, seharusnya dapat membedakan secara tegas antara kerugian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni :
- – Kerugian karena risiko bisnis, dan
- – kerugian karena perbuatan melawan hukum
- Kerugian BUMN yang timbul karena adanya perbuatan melawan hukum inilah yang disebut sebagai kerugian keuangan negara,
- Adapun kerugian BUMN yang timbul karena risiko bisnis tidak dapat dikatagorikan sebagai kerugian negara, tetapi sebagai kerugian bisnis.
Mengutip pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, di acara Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (14/8/2024). Menegaskan tak sepakat jika risiko bisnis dinilai semata sebagai korupsi ; …
….”Anda tahu, saya juga melihat beberapa masalah, mantan CEO perusahaan itu (Pertamina) dipenjara dua kali karena … sejujurnya, saya tidak setuju dengan itu. Karena dalam bisnis, terkadang anda bisa turun, terkadang anda bisa naik. Bagaimana Anda bisa mempertahankan laba? Bahkan pernikahan pun memiliki risiko,”…. (ungkap Luhut)
Pernyataan (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, selaras dengan tujuan Persepsi Penegakan Hukum atas penetapan putusan pengadilan “Kasus dugaan korupsi pengadaan LNG Pertamina” ini, kemudian mengandung pertanyaan apakah putusan pangadilan tentang kasus dugaan korupsi pengadaan LNG Pertamina telah memenuhi pertimbangan hukum yang ditetapkan hakim telah mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum.
Kemudian apakah putusan pengadilan merupakan putusan ;
“Suatu kebenaran atau pembenaran.?”
Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana
Pasal 1 ayat (1) KUHP:
“Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”
Kesimpulan ;
Dari analisis penerapan hukum atas apa yang dilakukan mantan Direktur Utama BUMN PERTAMINA Galaila Karen Kardinah (GKK) alias Karen Agustiawan, dapat disimpulkan merupakan risiko bisnis (Business Judgment Rule) dan bukan merupakan tindak pidana korupsi.